Sunah-Sunah Wudu yang Sering Dilalaikan
Sesungguhnya di antara perkara yang harus senantiasa dipelihara dan diperhatikan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari adalah menghidupkan sunah-sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, menelusuri jejak beliau dalam setiap gerakan dan diamnya, perkataannya dan perbuatannya. Dan sungguh kualitas dan level seorang muslim pun diukur dari sejauh mana dirinya menghidupkan sunah-sunah tersebut. Semakin banyak sunah yang ia terapkan dan amalkan, maka semakin tinggi dan semakin mulia kedudukannya di sisi Allah Ta’ala.
Dengan menghidupkan sunah lalu mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, maka itu sungguh merupakan salah satu pertanda bahwa Allah Ta’ala mencintainya dan merupakan bukti betapa besarnya kecintaan orang tersebut terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Sayangnya, kita hidup di zaman di mana ke-bid’ah-an tersebar merajalela, sedangkan sunah-sunah Nabi banyak yang terlupakan dan dilalaikan. Zaman yang diceritakan sejak dahulu kala oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhu,
مَا يَأْتِي عَلَى النَّاسِ عَامٌ إِلَّا أَحْدَثُوا فِيهِ بِدْعَةً، وَأَمَاتُوا فِيهِ سُنَّةً، حَتَّى تَحْيَا الْبِدَعُ، وَتَمُوتَ السُّنَنُ
“Tidaklah akan datang kepada manusia suatu tahun, kecuali mereka akan melestarikan padanya ke-bid’ah-an dan mematikan sunah. Sampai-sampai ke-bid’ah-an tumbuh subur dan sunah-sunah Nabi berguguran (dan terlupakan).” (Lihat kitab Al-I’tisham karya Al-Imam As-Syatibi, 1: 86)
Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ، كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunah dari sunah-sunahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah no. 209, pada sanadnya ada kelemahan, akan tetapi hadis ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain yang semakna. Oleh karena itu, Syekh Al-Albani mensahihkannya dalam kitab “Shahih Sunan Ibnu Majah” no. 173)
Saudaraku, pada artikel ini akan kita bahas beberapa sunah Nabi dalam berwudu yang sering dilupakan dan dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Semoga dengan mengetahui hal-hal tersebut, kita semuanya dapat mengamalkan dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama: Di antara sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terkait wudu adalah masuk ke kamar mandi dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan serta berdoa dengan doa yang telah beliau ajarkan.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذَا دَخَلَ الخَلَاءَ قالَ: اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بكَ مِنَ الخُبُثِ والخَبَائِثِ.
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak masuk ke kamar kecil, beliau mengucapkan, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.’“ (HR. Bukhari no. 142)
Dan juga berdasarkan hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلاَءِ قَالَ: غُفْرَانَكَ.
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan, ‘(Ya Allah, aku mengharap) ampunan-Mu.’” (HR. Abu Dawud no. 30, At-Tirmidzi no. 7 dan An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 9907).
Kedua: Bersiwak ketika wudu.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudu.” (HR. Ahmad no. 9928 dan ini merupakan lafaz beliau, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari secara mu’allaq dengan shighah jazm sebelum hadis no. 1934 dengan sedikit perbedaan)
Lalu, kapan waktu yang tepat untuk bersiwak ketika berwudu?
Para ulama berbeda pendapat, apakah bersiwak dilakukan sebelum wudu ataukah bersamaan dengan rangkaian wudu tatkala berkumur? Pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah yang mengatakan bahwasanya bersiwak dilakukan sebelum berwudu. Karena hal ini sejalan juga dengan hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ، فيَبْعَثُهُ الله مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي…
“Kami mempersiapkan siwak dan air wudunya. Lalu, Allah Ta’ala membangunkannya sekehendak-Nya pada malam hari, kemudian beliau bersiwak dan berwudu, lalu mengerjakan salat.” (HR. Muslim no. 746)
Ketiga: Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dengan satu cidukan air.
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadis Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,
ثُمَّ أدْخَلَ يَدَهُ فاسْتَخْرَجَها فَمَضْمَضَ، واسْتَنْشَقَ مِن كَفٍّ واحِدَةٍ فَفَعَلَ ذلكَ ثَلاثًا
“Kemudian, beliau memasukkan tangan ke dalam bejana (mengambil air), lalu mengeluarkannya, lalu berkumur-kumur dan ber-istinsyaq dari satu telapak tangan. Ia melakukannya tiga kali.” (HR. Muslim no. 235)
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyambung antara kumur-kumur dengan istinsyaq. Menjadikan setengah cidukan telapak tangannya untuk dimasukkan ke dalam mulut dan setengahnya lagi beliau masukkan ke dalam hidung.” (Zad Al-Ma’ad, 1: 185)
Keempat: Menyempurnakan wudu di waktu-waktu yang tidak disenangi, seperti di pagi hari yang dingin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
أَلا أدُلُّكُمْ علَى ما يَمْحُو اللَّهُ به الخَطايا، ويَرْفَعُ به الدَّرَجاتِ؟ قالُوا بَلَى يا رَسولَ اللهِ، قالَ: إسْباغُ الوُضُوءِ علَى المَكارِهِ، وكَثْرَةُ الخُطا إلى المَساجِدِ، وانْتِظارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّباطُ.
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian perihal sesuatu yang membuat Allah menghapus kesalahan dan mengangkat derajat?” Para sahabat menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan, “Menyempurnakan wudu pada saat yang tidak disukai (seperti keadaan yang sangat dingin), memperbanyak langkah ke masjid, dan menanti salat setelah salat. Itulah ribath.” (HR. Muslim no. 251)
Baca juga: Derajat Hadits Nabi Mencium Istrinya Lalu Tidak Wudhu Lagi
Kelima: Menggunakan air secukupnya dan tidak boros di dalam menggunakannya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَغْسِلُ، أوْ كانَ يَغْتَسِلُ، بالصَّاعِ إلى خَمْسَةِ أمْدَادٍ، ويَتَوَضَّأُ بالمُدِّ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membasuh, atau mandi dengan satu sha’ hingga lima mud, dan berwudu dengan satu mud.” (HR. Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325)
Keenam: Melantunkan syahadat dan membaca doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah selesai berwudu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما مِنكُم مِن أحَدٍ يَتَوَضَّأُ فيُبْلِغُ، أوْ فيُسْبِغُ، الوَضُوءَ ثُمَّ يقولُ: أشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وأنَّ مُحَمَّدًا عبدالله ورَسولُهُ إلَّا فُتِحَتْ له أبْوابُ الجَنَّةِ الثَّمانِيَةُ يَدْخُلُ مِن أيِّها شاءَ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudu, lalu menyempurnakan wudunya, kemudian bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, melainkan pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya. Dia masuk dari pintu manapun yang dia kehendaki.” (HR. Muslim no. 234)
Di dalam riwayat Tirmidzi terdapat tambahan,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِن التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang yang menyucikan diri.” (HR. Tirmidzi no. 55 dan disahihkan oleh Syekh Al-Albani)
Ketujuh: Salat dua rakaat setiap kali selesai berwudu.
Dari sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
رأيتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم توضَّأ نحو وُضوئي هذا، ثم قال: من تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هذا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لا يُحَدِّثُ فِيهِما نَفْسَهُ، غَفَرَ اللَّهُ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudu seperti caraku berwudu ini dan beliau bersabda, “Siapa yang berwudu dengan cara wuduku ini, lalu salat 2 rakaat dan tidak berbicara di antara keduanya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no. 164 dan Muslim no. 226)
Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terheran-heran dengan apa yang terjadi pada sahabatnya Bilal radhiyallahu ‘anhu. Lalu, beliau pun bertanya kepadanya,
يَا بِلالُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَل عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلامِ، فَإِنِّي سمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بيْنَ يَديَّ في الجَنَّة
“Wahai Bilal, beritahulah kepadaku suatu amalan yang paling engkau harapkan (untuk mendapatkan pahala paling besar) yang engkau lakukan selama dalam Islam? Karena aku mendengar suara gerakan kedua sandalmu di hadapanku di surga.”
Maka, sahabat Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab,
ما عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِندِي: أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُورًا، في سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إلَّا صَلَّيْتُ بذلكَ الطُّهُورِ ما كُتِبَ لي أَنْ أُصَلِّيَ
“Tidaklah aku mengamalkan suatu amalan pun yang paling aku harapkan, selain setiap aku berwudu, baik di malam hari atau siang hari, kecuali aku salat dengan wudu tersebut sesuai yang Allah tentukan bagiku.” (HR. Bukhari no. 1149)
Itulah tujuh sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal wudu yang seringkali dilalaikan dan dilupakan oleh sebagian kaum muslimin. Semoga Allah Ta’ala jadikan diri kita sebagai salah satu hamba-Nya yang beristikamah di dalam mengamalkan dan menjalankan sunah-sunahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu A’lam Bisshawab.
Baca juga: Orang Sakit Yang Tidak Bisa Ke Tempat Wudhu, Bagaimana Wudhunya?
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/87433-sunah-sunah-wudu-yang-sering-dilalaikan.html